Jatim Times Network Logo
Poling Pilkada 2024 Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Poling Pilkada 2024
Hukum dan Kriminalitas

Sidang Dugaan Korupsi Tanah Perluasan Kampus Polinema, Eks Direktur Awan Setiawan Bantah Dakwaan JPU

Penulis : Hendra Saputra - Editor : Yunan Helmy

21 - Nov - 2025, 16:40

Placeholder
Momen sidang kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus Politeknik Negeri Malang (Polinema) Tahun Anggaran 2019-2020. (foto: istimewa)

JATIMTIMES - Persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus Politeknik Negeri Malang (Polinema) tahun anggaran 2019-2020 kembali menyita perhatian publik. Di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya, Kamis 20 November 2025, terdakwa Awan Setiawan yang pernah menjabat direktur Polinema periode 2017-2021 membacakan eksepsi yang menolak dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).

Dalam nota keberatannya, Awan menilai dakwaan JPU Kejari Kota Malang kabur dan tidak tepat. Ia meminta majelis hakim menyatakan dakwaan tersebut tidak dapat diterima.

Baca Juga : DPR, Wali Kota Eri Cahyadi, dan DPRD Surabaya All Out Kawal Sengketa Eigendom hingga Tuntas

Kuasa hukum Awan Setiawan, Sumardhan, menegaskan dakwaan JPU mendasarkan perkara pada PerLKPP No 12 Tahun 2018. Padahal menurutnya, pengadaan tanah memiliki aturan khusus yang berbeda dengan pengadaan barang dan jasa.

“Yaitu, lewat UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah beserta aturan turunan Kementerian ATR/BPN. Pengadaan tanah berbeda dengan pengadaan barang dan jasa, dan dalam prosesnya tunduk pada asas-asas kemanusiaan, keadilan, kesepakatan, keterbukaan, hingga kesejahteraan,” ujar Sumardhan, Jumat (21/11/2025). 

Ia juga menekankan bahwa kliennya bertindak sebagai perwakilan Polinema dalam musyawarah dengan para pemilik tanah, termasuk HS yang juga menjadi terdakwa. Rapat resmi, lanjutnya, berlangsung berkali-kali sejak 2019 hingga 2020 dengan notulen lengkap.

“Namun dalam dakwaan, JPU menerangkan bahwa klien kami melakukan pembelian tanah secara pribadi. Seluruh tindakan klien kami dilakukan untuk dan atas nama Polinema,” tegasnya.

Eksepsi Awan juga menyinggung pernyataan JPU mengenai tanah yang disebut tidak layak digunakan karena berada dekat sempadan sungai. Sumardhan membantah keras.

“Faktanya, objek tanah yang dibeli dari HS memiliki tiga SHM. Sehingga, itu membuktikan bahwa tanah tersebut bukan bagian dari ruang sungai dan bukan aset negara,” paparnya.

Terkait tudingan tidak adanya appraisal harga tanah, ia menyebut dakwaan JPU bertolak belakang dengan regulasi.

Baca Juga : Update Terbaru Gunung Semeru Hari Ini: 45 Gempa Erupsi Tercatat dalam 6 Jam

“Kemudian terkait dakwaan JPU soal tidak adanya appraisal harga tanah, berbanding terbalik dengan Pasal 53 ayat (1) Permen ATR/BPN No 6 Tahun 2015. Dalam pasal itu, menyatakan pengadaan tanah di bawah 5 hektare boleh dilakukan langsung lewat jual beli tanpa memakai jasa appraisal independen,” bebernya.

Sementara itu, pihak JPU melalui Kasi Intel Kejari Kota Malang Agung Tri Radityo memastikan tetap berpegang pada dakwaan sebelumnya. “Kami tetap sesuai dakwaan. Kalau tidak, maka bebas perkara dan kami akan menanggapi eksepsi tersebut dalam sidang selanjutnya pada Kamis 4 Desember 2025 mendatang,” ujar Agung. 

Kasus dugaan korupsi ini menyeret dua nama, yakni Awan Setiawan (66) dan HS (59) selaku penjual tanah. Keduanya diduga bekerja sama hingga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 42 miliar.

Proses pengadaan disebut tak sesuai prosedur karena tidak melibatkan panitia sejak awal. Baru pada 2020, setelah harga disepakati HS, Awan menerbitkan Surat Keputusan Panitia Pengadaan.

Tanah seluas 7.104 meter persegi di Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang dibeli dengan harga Rp 6 juta per meter tanpa appraisal resmi. HS menerima uang muka Rp 3,8 miliar pada 30 Desember 2020, meski surat kuasa menjual baru terbit 4 Januari 2021. Pada 2021, Awan memerintahkan bendahara Polinema membayar Rp 22,6 miliar kepada HS meski hak atas tanah belum diperoleh. Pembayaran tersebut dibuat seolah rampung dalam satu tahun anggaran, bertentangan dengan PPJB yang mengatur sistem pembayaran bertahap.


Topik

Hukum dan Kriminalitas Lahan Polinema dugaan korupsi lahan Polinema



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Madura Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Hendra Saputra

Editor

Yunan Helmy