JATIMTIMES – Seakan menghidupkan dongeng kuno dari balik kabut pegunungan, pawai ogoh-ogoh di Kecamatan Wlingi kembali digelar dengan gemuruh semangat. Ratusan umat Hindu dari berbagai penjuru Blitar memadati Taman Idaman Hati pada Jumat (28/3/2025), membawa serta 51 ogoh-ogoh beraneka rupa dan ukuran. Patung-patung raksasa yang diarak itu bukan hanya hiasan, melainkan simbol pertempuran antara kebajikan dan keburukan.
Di tengah dentuman genderang dan lantunan mantra, aroma dupa menguar membaur dengan debu jalanan. Ketua PDHI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) Kabupaten Blitar, Triyoko, menjelaskan bahwa pawai ogoh-ogoh ini merupakan bagian dari rangkaian upacara Tawur Agung Kesanga yang dilakukan menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1947.
Baca Juga : Nggak Mudik? Ini 15 Rekomendasi Tempat Wisata di Jakarta untuk Libur Lebaran
“Hari ini kami umat Hindu Blitar dalam rangka Tawur Agung Kesanga, yang dibarengi dengan pawai ogoh-ogoh. Sebelumnya, kami sudah melaksanakan upacara melasti di Pantai Jolosutro untuk mengawali peringatan Hari Raya Nyepi,” tutur Triyoko.
Pawai tersebut menjadi momen puncak yang dinanti-nanti. Sebanyak 51 kelompok dari berbagai desa turut serta dalam arak-arakan, meskipun jumlah tersebut lebih sedikit dibanding tahun lalu yang mencapai 62 kelompok.
Triyoko menyebutkan bahwa penurunan peserta ini bukan disebabkan oleh menurunnya antusiasme, melainkan sebagai bentuk penghormatan terhadap umat Muslim yang tengah menjalankan ibadah puasa.
“Kami memang batasi karena waktunya pendek, dan kami juga menghargai rekan-rekan Muslim yang membantu kegiatan kami,” tambahnya.
Ketika sore mulai menyelimuti Wlingi, ogoh-ogoh dengan berbagai bentuk menyeramkan hingga unik diarak keliling. Mulai dari raksasa dengan taring mencuat, hingga wujud-wujud yang terinspirasi dari tokoh cerita rakyat Jawa. Gemuruh suara sorak-sorai mengiringi langkah para pengarak yang tampak bersemangat namun tetap khusyuk.
Di antara kerumunan, David, seorang warga Muslim asal Wlingi, ikut menyaksikan jalannya pawai. Bagi David, pawai ogoh-ogoh bukan hanya tontonan, tetapi juga ritual yang menarik dengan nilai seni yang tak terbantahkan.
“Setiap tahun nonton karena seru. Ogoh-ogohnya pasti beda, macem-macem karakternya jadi seru. Ini sekalian ngabuburit, sambil nonton ogoh-ogoh,” ujarnya sambil tersenyum.
Baca Juga : Panduan Lengkap Salat Idul Fitri Beserta Bacaan Niatnya
Kehadiran David dan warga Muslim lainnya menunjukkan bahwa harmoni tetap terjalin di tengah perbedaan keyakinan. Menurut Triyoko, itulah esensi dari Tawur Agung Kesanga—menyucikan alam semesta, membersihkan energi negatif, dan mengembalikan keseimbangan.
“Nyepi bagi kami bukan hanya perayaan, tetapi perenungan. Kami menyucikan alam sekaligus diri kami sendiri sebelum memasuki Catur Brata Nyepi,” jelas Triyoko.
Catur Brata Nyepi, yang akan dilaksanakan pada 30 Maret 2025, menjadi puncak ritual di mana umat Hindu menjalani puasa selama 24 jam. Tidak ada aktivitas apapun, tidak ada suara, tidak ada api. Sepi yang dihadirkan di bumi dianggap sebagai wujud penghormatan kepada alam. Setelahnya, mereka akan melaksanakan ngempak geni atau nglebar geni, sebagai simbol kembalinya kehidupan dari perenungan yang mendalam.
Meski tahun ini jumlah peserta pawai ogoh-ogoh lebih sedikit, acara tersebut tetap berjalan meriah. Suasana kian hidup ketika berbagai komunitas lokal turut mendukung jalannya pawai, memastikan bahwa tradisi ini tetap lestari di tengah modernitas.
Pawai ogoh-ogoh di Wlingi bukan hanya sekadar ritual keagamaan, melainkan perayaan keberagaman yang dirajut dalam kebersamaan. Dentuman genderang dan tarian ogoh-ogoh mungkin berakhir ketika malam menipis, tetapi gema toleransi dan harmoni yang terpancar akan tetap bergema di hati mereka yang menyaksikan.